Senin, 02 Juli 2012

Accounting & Tax Service


PRIMADATA SOLUSINDO
Accounting, Manajement & Tax Service
Jln. Widelia VIII, Blok  AI 13 No. 12 A
Perum Tigaraksa, Margasari, Tigaraksa, Tangerang – 15720
Telp : 021 5991304, 021 36260795

E-mail : surawandata@gmail.com
===============================================================

Memiliki system accounting ( pembukuan ) dalam dunia bisnis secara baik dan benar mempunyai banyak keuntungan karena merupakan “Bahasanya Perusahaan” juga merupakan “Mata Telinga Manajement”.
Namun karena kesibukan atau kekurang-tahuan pemilik perusahaan banyak yang tidak memperhatikan hal ini.

Beberapa keuntungan apabila memiliki system pembukuan yang baik adalah:

  • Dapat memantau hasil usaha / Rugi Laba.
  • Dapat memonitor biaya usaha sehingga tercapai profit yang diinginkan.
  • Dapat memenuhi kewajiban Perpajakan.
  • Dapat mengambil keputusan Bisnis.
  • Untuk memperoleh Kredit atau Tender.


Untuk itu kami datang dan memperkenalkan diri sebagai pengelola jasa pembukuan dan perpajakan untuk memberikan solusi dan mewujudkan system pembukuan yang baik dan benar sesuai standart IAI (Ikatan Akuntansi Indonesia).

Adapun jasa yang kami layani adalah:


  1. Menyusun System accounting.
  2. Menyusun Laporan keuangan.
  3. Membuat dan Melapor SPT bulanan (PPh pasal 25, PPh pasal 23, PPh pasal 21, PPN).
  4. Menghitung, membuat dan melapor SPT Tahunan.
  5. Mengurus NPWP, NPPKP dan Administrasi Perpajakan lainnya.
  6. Membuat Rekonsiliasi ( Bank, Hutang, Piutang ).
Apabila anda membutuhkan jasa kami, dapat menghubungi kami di:
  • Surawan (021 36260795)



Demikian perkenalan kami, atas perhatiannya kami ucapkan banyak terima kasih.


Moto Kami : Kami Sukses bersama Kepercayaan dan Kepuasan Anda.
Baca Selengkapnya...

Minggu, 12 Februari 2012

PEMINDAHAN WAJIB PAJAK DARI KANTOR PELAYANAN PAJAK DI LINGKUNGAN KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK WAJIB PAJAK BESAR, KANTOR PELAYANAN PAJAK DI LINGKUNGAN KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK JAKARTA KHUSUS, DAN KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR: KEP-26/PJ/2012
TENTANG
PEMINDAHAN WAJIB PAJAK DARI KANTOR PELAYANAN PAJAK DI
LINGKUNGAN KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK WAJIB
PAJAK BESAR, KANTOR PELAYANAN PAJAK DI LINGKUNGAN KANTOR
WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK JAKARTA KHUSUS,
DAN KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
Menimbang :









  1. bahwa sehubungan dengan hasil evaluasi terhadap Wajib Pajak yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya;
  2. bahwa dalam rangka melaksanakan pasal 2 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Pemindahan Wajib Pajak dari Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya;

Mengingat :






  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-49/PJ/2011 tentang Tempat Pendaftaran dan Pelaporan Usaha bagi Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :


KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PEMINDAHAN WAJIB PAJAK DARI KANTOR PELAYANAN PAJAK DI LINGKUNGAN KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK WAJIB PAJAK BESAR, KANTOR PELAYANAN PAJAK DI LINGKUNGAN KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK JAKARTA KHUSUS, DAN KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA

KESATU:

Memindahkan Wajib Pajak sebagaimana tercantum dalam kolom (2) dan (3) yang semula terdaftar dan melaporkan usahanya pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sebagaimana tercantum pada kolom (4) ke KPP sebagaimana tercantum pada kolom (5) Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.

KEDUA





Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku sejak tanggal 1 April 2012
Salinan Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini disampaikan kepada:
  1. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak;
  2. Para Direktur, Para Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Para Tenaga Pengkaji, dan Kepala Pusat Pengolahan Data dan DokumenPerpajakan;
  3. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak,
untuk diketahui dan digunakan sebagaimana mestinya






Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Januari 2012
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
A. FUAD RAHMANY

TTD
NIP 195411111981121001
Baca Selengkapnya...

REGISTRASI ULANG PENGUSAHA KENA PAJAK TAHUN 2012 ( PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 05/PJ/2012 )


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : PER - 05/PJ/2012

TENTANG

REGISTRASI ULANG PENGUSAHA KENA PAJAK TAHUN 2012

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :

bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan, penertiban administrasi, pengawasan, dan untuk menguji pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif Pengusaha Kena Pajak, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak Tahun 2012;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268);
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
  5. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-161/PJ/2001 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-160/PJ/2007;
  6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2008 tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-62/PJ/2010;


MEMUTUSKAN:

Menetapkan : 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG REGISTRASI ULANG PENGUSAHA KENA PAJAK TAHUN 2012.


Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan:
  1. Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak adalah suatu program yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan, penertiban administrasi, pengawasan, dan untuk menguji pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif Pengusaha Kena Pajak.
  2. Verifikasi adalah serangkaian kegiatan pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif atau penghitungan dan pembayaran pajak, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau berdasarkan data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak, dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak, menerbitkan/menghapus Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan/ mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.


Pasal 2

(1)Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak terdaftar.
(2)Jangka waktu pelaksanaan Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak dimulai sejak Februari 2012 sampai dengan 31 Agustus 2012.
(3)Registrasi Ulang Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dilakukan untuk seluruh Pengusaha Kena Pajak terdaftar.


Pasal 3

(1)Dalam rangka Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak, Direktur Jenderal Pajak karena jabatan dapat melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
(2)Pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan Verifikasi.
(3)Pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak berdasarkan Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan terhadap Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi kriteria tertentu.
(4)Verifikasi yang dilakukan terhadap Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan untuk mengetahui apakah Wajib Pajak benar-benar tidak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.


Pasal 4

(1)Persyaratan subjektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dipenuhi apabila Pengusaha Kena Pajak merupakan Pengusaha.
(2)Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
(3)Persyaratan objektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dipenuhi apabila Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor Barang Kena Pajak berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, dan/atau ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud.


Pasal 5

(1)Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), yaitu:
  1. Pengusaha Kena Pajak yang telah dipusatkan tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai di tempat lain;
  2. Pengusaha Kena Pajak yang pindah alamat ke wilayah kerja kantor Direktorat Jenderal Pajak lainnya; atau
  3. Pengusaha Kena Pajak yang sudah tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagai Pengusaha Kena Pajak.
(2)Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yaitu:
  1. Pengusaha Kena Pajak dengan status tidak aktif (Non Efektif);
  2. Pengusaha Kena Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2011 sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
  3. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN yang Pajak Keluaran dan Pajak Masukannya nihil untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2011 sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
  4. Pengusaha Kena Pajak, yang pada Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2011 sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang pada bagian periode tersebut tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN atau menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN yang Pajak Keluaran dan Pajak Masukannya nihil;
  5. Pengusaha Kena Pajak yang tidak ditemukan pada waktu pelaksanaan Sensus Pajak Nasional; atau
  6. Pengusaha Kena Pajak yang tidak diyakini keberadaan dan/atau kegiatan usahanya.
(3)Pengusaha Kena Pajak yang tidak diyakini keberadaan dan/atau kegiatan usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f, yaitu:
  1. Pengusaha Kena Pajak yang tidak dilakukan kunjungan (visit) dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terakhir sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
  2. Pengusaha Kena Pajak yang tidak dilakukan pemeriksaan PPN dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terakhir sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; atau
  3. Pengusaha Kena Pajak yang tidak dilakukan konfirmasi lapangan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-62/PJ/2010 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak NomorPER-44/PJ/2008 tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak dan perubahannya.
(4)Dikecualikan dari Pengusaha Kena Pajak yang tidak diyakini keberadaan dan/atau kegiatan usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f adalah Pengusaha Kena Pajak yang ditemukan keberadaannya dan diyakini kegiatan usahanya pada waktu pelaksanaan Sensus Pajak Nasional.


Pasal 6

(1)Pelaksanaan Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak Tahun 2012 diatur dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(2)Hasil pelaksanaan Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak Tahun 2012 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan hasil Verifikasi sebagaimana diatur dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(3)Apabila berdasarkan laporan hasil Verifikasi diketahui bahwa Pengusaha Kena Pajak termasuk dalam kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) maka kepada Pengusaha Kena Pajak tersebut diterbitkan Surat Pencabutan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
(4)Laporan hasil Verifikasi, kertas kerja, dan dokumen pendukung Verifikasi disatukan dan disimpan dalam berkas induk Wajib Pajak.


Pasal 7

(1)Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak agar:
  1. memantau pelaksanaan Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak Tahun 2012 dan memastikan bahwa hasil Verifikasi memenuhi tujuan yang diharapkan.
  2. memantau tindak lanjut atas kesimpulan yang tertuang dalam laporan hasil Verifikasi.
  3. membuat laporan rekapitulasi hasil Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak Tahun 2012 kepada Direktur Jenderal Pajak u.p. Direktur Peraturan Perpajakan I setiap bulan dan menyampaikannya paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
(2)Laporan rekapitulasi hasil Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak Tahun 2012 dibuat dalam format sebagaimana diatur dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Pasal 8

(1)Dalam hal kemudian diperoleh data dan/atau informasi bahwa Wajib Pajak yang telah dicabut Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak-nya ternyata memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, maka Surat Pencabutan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dibatalkan.
(2)Untuk membatalkan Surat Pencabutan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan Verifikasi kembali.
(3)Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam laporan hasil Verifikasi.
(4)Berdasarkan laporan hasil Verifikasi dibuat berita acara Verifikasi sebagaimana diatur dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(5)Berita acara Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak unit vertikal di atas Kantor Pelayanan yang bersangkutan untuk mendapatkan persetujuan.
(6)Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak mengirimkan berita acara Verifikasi yang telah disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Direktur Teknologi Informasi Perpajakan untuk ditindaklanjuti.
(7)Direktur Teknologi Informasi Perpajakan setelah menindaklanjuti berita acara Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) mengirimkan pemberitahuan atas tindak lanjut berita acara Verifikasi kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak dengan ditembuskan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
(8)Kepala Kantor Pelayanan Pajak mengirimkan pemberitahuan mengenai status pengukuhan Pengusaha Kena Pajak kepada Wajib Pajak.


Pasal 9

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 Februari 2012
DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd.

A. FUAD RAHMANY
NIP 195411111981121001


Dokumen ini dibuat secara spesifik untuk www.ortax.org
Peraturan Terkait
Tata Cara Pelaksanaan Hak Dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan 
Peraturan Pemerintah - 74 TAHUN 2011, Tanggal 29 Desember 2011
Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan 
Undang-Undang - 6 TAHUN 1983, Tanggal 31 Desember 1983
Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah 
Undang-Undang - 8 TAHUN 1983, Tanggal 31 Desember 1983
Baca Selengkapnya...

Rabu, 18 Januari 2012

PEMETERAIAN KEMUDIAN

Pemeteraian Kemudian adalah salah satu cara pelunasan Bea Meterai, pemeterain kemudian dilakukan atas :

1. Dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian dimuka
    pengadilan.
2. Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya.
3. Dokumen yang dibuat diluar negeri yang akan digunakan di Indonesia.

Pemeteraian kemudian wajib dilakukan terhadap dokumen dokumen seperti diatas dengan menggunakan :

1. Meterai Tempel
2. Surat Setoran Pajak

yang disahkan oleh Pejabat Pos.

Besarnya Bea Meterai yang harus dilunasi dengan cara Pemeteraian Kemudian adalah :

1. Atas dokune yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian di
    muka pengadilan ADALAH sebesar Bea Meterai yang terutang sesuai dengan peraturan yang berlaku
    pada saat pemeterain kemudian dilakukan.
2. Atas dokumen yang tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya ADALAH sebesar Bea Meterai yang
    yang terutang.
3. Atas dokumen yang dibuat diluar negri yang akan digunakan di Indonesia ADALAH sebesar Bea Meterai
    yang terutang sesua dengan peraturan yang berlaku pada saat pemeteraian kemudian dilakukan.

Pemegang dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian
di muka pengadilan dilunasi dengan menggunakan meterai tempel sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat pemeteraian kemudian dilakukan.

Pemegang dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang wajib membayar denda sebesar 200% dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dilunasi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.

Dalam hal pemeteraian kemudian atas dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia sebagaimana dimaksud baru dilakukan setelah dokumen digunakan, pemegang dokumen wajib membayar denda sebesar 200% dari Bea Meterai yang terutang dan dilunasi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.

kunci :
MATERI, METERAI, PEMATERAIAN KEMUDIAN, BAYAR MATERAI, BEA MATERAI, BEA METERAI


Baca Selengkapnya...

Selasa, 10 Januari 2012

Mengurus Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) atas Impor Mesin

Impor mesin merupakan salah satu transaksi pembelian yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ), pengusaha kena pajak yang mengimport mesin diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang diterbitkan oleh Direktur Jendral Pajak.

Wajib Pajak dapat mengajukan surat permohonan untuk diterbitkan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan copy dokumen antara lain sbb. :
1. Invoice 
2. Packing List dan lampirannya yang berisi detail mesin
3. BL
4. Kontrak Pembelian atau PO
5. Surat Pernyataan tidak diperjual belikan
6. No. pengajuan PIB
7. Bukti Pembayaran dan atau bukti pembayaran DP
8. Denah Pemasangan Pesin
9. Surat Kerangan Kegunaan Mesin

untuk informasi lebih detail dan lengkap silahkan membuka peraturan terkait yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2008 di blog ini atau sumber yang lain. semoga tulisan ini bermanfaan, Terima Kasih.
Baca Selengkapnya...

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PMK.03/2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 155/KMK.03/2001 TENTANG PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DIBEBASKAN ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS



PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 31/PMK.03/2008

TENTANG

PERUBAHAN KEEMPAT ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
 155/KMK.03/2001
TENTANG PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DIBEBASKAN ATAS IMPOR
 
DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :
Bahwa sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor155/KMK.03/2001 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis. 

Mengingat:
1.     Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
2.     Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
3.     Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 259, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4061) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4199);
4.     Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4083) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4726);
5.     Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
6.     Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Perolehan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor11/PMK.03/2007;

MEMUTUSKAN : 

Menetapkan:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
 155/KMK.03/2001 TENTANG PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DIBEBASKAN ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS.

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor
 155/KMK.03/2001 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Perolehan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang telah beberapa kali diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan dan/atau Peraturan Menteri Keuangan :
1.     Nomor 363/KMK.03/2002;
2.     Nomor 371/KMK.03/2003;
3.     Nomor 11/PMK.03/2007;
diubah sebagai berikut :
1.     Ketentuan Pasal 1 diubah dengan menambah 1 (satu) huruf pada angka 1 yakni huruf i dan menambah 2 (dua) angka yakni angka 5 dan angka 6, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1.     Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah:
a.     barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang;
b.     makanan ternak, unggas dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas dan ikan;
c.     barang hasil pertanian;
d.     bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan;
e.     dihapus;
f.      dihapus;
g.     air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum; 
h.     listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 (enam ribu enam ratus) watt; dan
i.      Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI).
2.     Barang hasil pertanian sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang:
a.     pertanian, perkebunan, dan kehutanan;
b.     peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran; atau
c.     perikanan baik dari penangkapan atau budidaya, 
yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya termasuk yang diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan atau mempermudah proses lebih lanjut, sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2007.
3.     dihapus.
4.     dihapus.
5.     Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI) sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf i adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan kamar mandi/WC dan dapur, baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal, yang perolehannya dibiayai melalui kredit kepemilikan rumah bersubsidi atau tidak bersubsidi, yang memenuhi ketentuan :
a.     luas untuk setiap hunian lebih dari 21 m2 (dua puluh satu meter persegi) dan tidak melebihi 36 m2(tiga puluh enam meter persegi);
b.     harga jual untuk setiap hunian tidak melebihi Rp 144.000.000,00 (seratus empat puluh empat juta rupiah);
c.     diperuntukkan bagi orang pribadi yang mempunyai penghasilan tidak melebihi Rp 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) per bulan dan telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
d.     pembangunannya mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan umum yang mengatur mengenai persyaratan teknis pembangunan rumah susun sederhana; dan
e.     merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki.
6.     Termasuk dalam pengertian Rusunami adalah Rusunami sebagaimana dimaksud pada angka 5 yang diserahkan kepada bank dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang memenuhi ketentuan:
a.     dibeli oleh bank dengan tujuan untuk dijual kembali kepada masyarakat dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah; dan
b.     rumah tersebut harus dijual kembali kepada masyarakat dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak dibeli.

2.     Ketentuan Pasal 4 diubah dengan menambah 1 (satu) ayat yakni ayat (3), sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut :

Pasal 4

(1)
Atas impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a, b, c, dan d dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
(2)
Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 huruf g dan h dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.        
(3)
Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf i yang dilakukan oleh pengembang atau yang dilakukan oleh bank dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

3.     Ketentuan Pasal 5 ayat (6) diubah, dan diantara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (2a), sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut :

Pasal 5

(1)
Pengusaha Kena Pajak yang mengimpor dan/atau menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat Strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka I huruf a, diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2)
Orang pribadi atau badan yang melakukan impor dan/atau menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf b, c, dan d, dan/atau menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf g dan h tidak diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2a)
Orang pribadi atau bank dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf i, tidak diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(3)
Permohonan untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan dokumen impor dan/atau dokumen pembelian yang bersangkutan.
(4)
Atas permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai, Direktur Jenderal Pajak memberikan keputusan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja setelah permohonan diterima lengkap.
(5)
Atas Impor Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak diperlukan Surat Setoran Pajak.
(6)
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) atas impor Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dibubuhi cap "PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NOMOR 12 TAHUN 2001 SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PP NOMOR 31 TAHUN 2007" oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai."

4.     Ketentuan Pasal 6 ayat (3) diubah, sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 6

(1)
Orang atau badan yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam, Peraturan Menteri Keuangan ini, wajib melaporkan usahanya kepada Direktur Jenderal Pajak untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
(2)
Meyimpang dari ketentuan pada ayat (1), terhadap orang atau badan yang semata-mata melakukan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat Strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf g atau huruf h, tidak diwajibkan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
(3)
Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menerbitkan Faktur Pajak dan membubuhkan cap "PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NOMOR 12 TAHUN 2001 SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PP NOMOR 31 TAHUN 2007."

5.     Diantara Pasal 6 dan Pasal 7 disisipkan 2 (dua) pasal yakni Pasal 6A dan Pasal 6B, yang berbunyi sebagai berikut :

Pasal 6A

(1)
Pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) diberikan kepada Orang pribadi yang wajib memiliki atau membuat :
a.       Surat keterangan dri pemberi kerja mengenai besarnya penghasilan yang diterima setiap bulan, dalam hal pembeli adalah karyawan;
b.      Surat pernyataan mengenai besarnya penghasilan yang diterima setiap bulan, dalam hal pembeli melakukan pekerjaan bebas; dan
c.       Surat pernyataan bahwa rumah tersebut adalah unit hunian pertama yang dimiliki dan digunakan sendiri sebagai tempat tinggal.
(2)
Dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan kepada bank pemberi Kredit Pemilikan Rumah pada saat mengajukan permohonan kredit pemilikan Rusunami.

Pasal 6B

(1)
Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf i yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
(2)
Jika pengembang atau bank dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memungut Pajak Pertambahan Nilai, maka Pajak Pertambahan Nilai yang terutang ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
6.     Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 8

(1)
Dalam hal Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, ternyata digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya  dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak impor dan/atau perolehannya, maka Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan wajib dibayar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis tersebut dialihkan penggunaanya atau dipindahtangankan.
(2)
Dalam hal Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf i yang diserahkan kepada Orang pribadi, ternyata digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya  dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak perolehannya, maka Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan wajib dibayar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis tersebut dialihkan penggunaanya atau dipindahtangankan.
(3)
Dalam hal Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf i yang diserahkan kepada bank dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1  angka 6, maka Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan wajib dibayar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 6.
(4)
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar kepada Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan bank sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat-ayat tersebut.
(5)
Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.

Pasal II

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Mei 2007.
 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 19 Februari 2008
MENTERI KEUANGAN,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI
 


Dokumen ini dibuat secara spesifik untuk www.ortax.org
Peraturan Terkait
Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan 
Undang-Undang - 6 TAHUN 1983, Tanggal 31 Desember 1983
Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah 
Undang-Undang - 8 TAHUN 1983, Tanggal 31 Desember 1983
Status
Historis

Back to TOP - Arsip

Baca Selengkapnya...