Rabu, 18 Januari 2012

PEMETERAIAN KEMUDIAN

Pemeteraian Kemudian adalah salah satu cara pelunasan Bea Meterai, pemeterain kemudian dilakukan atas :

1. Dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian dimuka
    pengadilan.
2. Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya.
3. Dokumen yang dibuat diluar negeri yang akan digunakan di Indonesia.

Pemeteraian kemudian wajib dilakukan terhadap dokumen dokumen seperti diatas dengan menggunakan :

1. Meterai Tempel
2. Surat Setoran Pajak

yang disahkan oleh Pejabat Pos.

Besarnya Bea Meterai yang harus dilunasi dengan cara Pemeteraian Kemudian adalah :

1. Atas dokune yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian di
    muka pengadilan ADALAH sebesar Bea Meterai yang terutang sesuai dengan peraturan yang berlaku
    pada saat pemeterain kemudian dilakukan.
2. Atas dokumen yang tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya ADALAH sebesar Bea Meterai yang
    yang terutang.
3. Atas dokumen yang dibuat diluar negri yang akan digunakan di Indonesia ADALAH sebesar Bea Meterai
    yang terutang sesua dengan peraturan yang berlaku pada saat pemeteraian kemudian dilakukan.

Pemegang dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian
di muka pengadilan dilunasi dengan menggunakan meterai tempel sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat pemeteraian kemudian dilakukan.

Pemegang dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang wajib membayar denda sebesar 200% dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dilunasi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.

Dalam hal pemeteraian kemudian atas dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia sebagaimana dimaksud baru dilakukan setelah dokumen digunakan, pemegang dokumen wajib membayar denda sebesar 200% dari Bea Meterai yang terutang dan dilunasi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.

kunci :
MATERI, METERAI, PEMATERAIAN KEMUDIAN, BAYAR MATERAI, BEA MATERAI, BEA METERAI


Baca Selengkapnya...

Selasa, 10 Januari 2012

Mengurus Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) atas Impor Mesin

Impor mesin merupakan salah satu transaksi pembelian yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ), pengusaha kena pajak yang mengimport mesin diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang diterbitkan oleh Direktur Jendral Pajak.

Wajib Pajak dapat mengajukan surat permohonan untuk diterbitkan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan copy dokumen antara lain sbb. :
1. Invoice 
2. Packing List dan lampirannya yang berisi detail mesin
3. BL
4. Kontrak Pembelian atau PO
5. Surat Pernyataan tidak diperjual belikan
6. No. pengajuan PIB
7. Bukti Pembayaran dan atau bukti pembayaran DP
8. Denah Pemasangan Pesin
9. Surat Kerangan Kegunaan Mesin

untuk informasi lebih detail dan lengkap silahkan membuka peraturan terkait yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2008 di blog ini atau sumber yang lain. semoga tulisan ini bermanfaan, Terima Kasih.
Baca Selengkapnya...

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PMK.03/2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 155/KMK.03/2001 TENTANG PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DIBEBASKAN ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS



PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 31/PMK.03/2008

TENTANG

PERUBAHAN KEEMPAT ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
 155/KMK.03/2001
TENTANG PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DIBEBASKAN ATAS IMPOR
 
DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :
Bahwa sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor155/KMK.03/2001 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis. 

Mengingat:
1.     Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
2.     Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
3.     Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 259, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4061) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4199);
4.     Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4083) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4726);
5.     Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
6.     Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Perolehan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor11/PMK.03/2007;

MEMUTUSKAN : 

Menetapkan:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
 155/KMK.03/2001 TENTANG PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DIBEBASKAN ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS.

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor
 155/KMK.03/2001 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Perolehan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang telah beberapa kali diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan dan/atau Peraturan Menteri Keuangan :
1.     Nomor 363/KMK.03/2002;
2.     Nomor 371/KMK.03/2003;
3.     Nomor 11/PMK.03/2007;
diubah sebagai berikut :
1.     Ketentuan Pasal 1 diubah dengan menambah 1 (satu) huruf pada angka 1 yakni huruf i dan menambah 2 (dua) angka yakni angka 5 dan angka 6, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1.     Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah:
a.     barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang;
b.     makanan ternak, unggas dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas dan ikan;
c.     barang hasil pertanian;
d.     bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan;
e.     dihapus;
f.      dihapus;
g.     air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum; 
h.     listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 (enam ribu enam ratus) watt; dan
i.      Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI).
2.     Barang hasil pertanian sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang:
a.     pertanian, perkebunan, dan kehutanan;
b.     peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran; atau
c.     perikanan baik dari penangkapan atau budidaya, 
yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya termasuk yang diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan atau mempermudah proses lebih lanjut, sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2007.
3.     dihapus.
4.     dihapus.
5.     Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI) sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf i adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan kamar mandi/WC dan dapur, baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal, yang perolehannya dibiayai melalui kredit kepemilikan rumah bersubsidi atau tidak bersubsidi, yang memenuhi ketentuan :
a.     luas untuk setiap hunian lebih dari 21 m2 (dua puluh satu meter persegi) dan tidak melebihi 36 m2(tiga puluh enam meter persegi);
b.     harga jual untuk setiap hunian tidak melebihi Rp 144.000.000,00 (seratus empat puluh empat juta rupiah);
c.     diperuntukkan bagi orang pribadi yang mempunyai penghasilan tidak melebihi Rp 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) per bulan dan telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
d.     pembangunannya mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan umum yang mengatur mengenai persyaratan teknis pembangunan rumah susun sederhana; dan
e.     merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki.
6.     Termasuk dalam pengertian Rusunami adalah Rusunami sebagaimana dimaksud pada angka 5 yang diserahkan kepada bank dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang memenuhi ketentuan:
a.     dibeli oleh bank dengan tujuan untuk dijual kembali kepada masyarakat dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah; dan
b.     rumah tersebut harus dijual kembali kepada masyarakat dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak dibeli.

2.     Ketentuan Pasal 4 diubah dengan menambah 1 (satu) ayat yakni ayat (3), sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut :

Pasal 4

(1)
Atas impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a, b, c, dan d dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
(2)
Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 huruf g dan h dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.        
(3)
Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf i yang dilakukan oleh pengembang atau yang dilakukan oleh bank dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

3.     Ketentuan Pasal 5 ayat (6) diubah, dan diantara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (2a), sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut :

Pasal 5

(1)
Pengusaha Kena Pajak yang mengimpor dan/atau menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat Strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka I huruf a, diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2)
Orang pribadi atau badan yang melakukan impor dan/atau menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf b, c, dan d, dan/atau menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf g dan h tidak diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2a)
Orang pribadi atau bank dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf i, tidak diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(3)
Permohonan untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan dokumen impor dan/atau dokumen pembelian yang bersangkutan.
(4)
Atas permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai, Direktur Jenderal Pajak memberikan keputusan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja setelah permohonan diterima lengkap.
(5)
Atas Impor Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak diperlukan Surat Setoran Pajak.
(6)
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) atas impor Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dibubuhi cap "PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NOMOR 12 TAHUN 2001 SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PP NOMOR 31 TAHUN 2007" oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai."

4.     Ketentuan Pasal 6 ayat (3) diubah, sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 6

(1)
Orang atau badan yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam, Peraturan Menteri Keuangan ini, wajib melaporkan usahanya kepada Direktur Jenderal Pajak untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
(2)
Meyimpang dari ketentuan pada ayat (1), terhadap orang atau badan yang semata-mata melakukan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat Strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf g atau huruf h, tidak diwajibkan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
(3)
Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menerbitkan Faktur Pajak dan membubuhkan cap "PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NOMOR 12 TAHUN 2001 SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PP NOMOR 31 TAHUN 2007."

5.     Diantara Pasal 6 dan Pasal 7 disisipkan 2 (dua) pasal yakni Pasal 6A dan Pasal 6B, yang berbunyi sebagai berikut :

Pasal 6A

(1)
Pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) diberikan kepada Orang pribadi yang wajib memiliki atau membuat :
a.       Surat keterangan dri pemberi kerja mengenai besarnya penghasilan yang diterima setiap bulan, dalam hal pembeli adalah karyawan;
b.      Surat pernyataan mengenai besarnya penghasilan yang diterima setiap bulan, dalam hal pembeli melakukan pekerjaan bebas; dan
c.       Surat pernyataan bahwa rumah tersebut adalah unit hunian pertama yang dimiliki dan digunakan sendiri sebagai tempat tinggal.
(2)
Dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan kepada bank pemberi Kredit Pemilikan Rumah pada saat mengajukan permohonan kredit pemilikan Rusunami.

Pasal 6B

(1)
Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf i yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
(2)
Jika pengembang atau bank dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memungut Pajak Pertambahan Nilai, maka Pajak Pertambahan Nilai yang terutang ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
6.     Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 8

(1)
Dalam hal Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, ternyata digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya  dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak impor dan/atau perolehannya, maka Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan wajib dibayar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis tersebut dialihkan penggunaanya atau dipindahtangankan.
(2)
Dalam hal Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf i yang diserahkan kepada Orang pribadi, ternyata digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya  dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak perolehannya, maka Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan wajib dibayar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis tersebut dialihkan penggunaanya atau dipindahtangankan.
(3)
Dalam hal Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf i yang diserahkan kepada bank dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1  angka 6, maka Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan wajib dibayar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 6.
(4)
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar kepada Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan bank sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat-ayat tersebut.
(5)
Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.

Pasal II

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Mei 2007.
 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 19 Februari 2008
MENTERI KEUANGAN,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI
 


Dokumen ini dibuat secara spesifik untuk www.ortax.org
Peraturan Terkait
Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan 
Undang-Undang - 6 TAHUN 1983, Tanggal 31 Desember 1983
Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah 
Undang-Undang - 8 TAHUN 1983, Tanggal 31 Desember 1983
Status
Historis

Back to TOP - Arsip

Baca Selengkapnya...

Jumat, 06 Januari 2012

Jasa Pengurusan Nomor Induk Kepabeanan (NIK)

Per-tanggal 2 januari 2012 untuk melakukan transaksi impor dan ekspor, importir dan atau eksportir wajib memiliki Nomor Induk Kepabeanan. Bagi perusahaan yang belum mempunya NIK belum bisa melakukan transaksi impor dan ekspor. Untuk itu Kami siap mengurus pengurusan Nomor Induk Kepabeanan di kantor bea & cukai dengan biaya mulai dari 5 juta rupiah. Tergantung besar kecilnya usaha dan kesulitan pengurusan NIK. 


Bukti bahwa kami telah berpengalaman atas pengurusan NIK, kami lampirkan copy surat bukti pengiriman isian registrasi kepabeanan:




Untuk informasi lebih lanjut bisa langsung menghubungi kami di email: primadata.as@gmail.com | Telpon: (021) 5991304 / HP: +6289636079975/+6289637566085.
Baca Selengkapnya...